Pedoman Memperoleh Sertifikat Halal MUI
I. COMPANY PROFILE
MUI (Majelis
Ulama Indonesia) adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama
dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah
umat di Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Adapun badan otonom MUI
yang mengurusi masalah produk halal adalah LP POM (Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan, dan Kosmetik) MUI. Alamat: Kompleks Islamic Centre – Jl.
Soekarno-Hatta Rajabasa Telp. 0721-3663441; Fax: 786937 Bandar Lampung, e-mail:
halallalmpung@gmail.com.
Oleh karena itu, perusahaan/industry
yang bahan-bahannya berbahan dasar dalam kategori halal dan dipersiapkan serta
diolah menurut ketentuan halal menurut syari’at Islam produknya dapat diajukan
untuk mendapat Sertifikat Halal MUI.
II. TUJUAN
Tujuan pelaksanaan Sertifikasi
Halal pada produk pangan, obat-obat dan kosmetika adalah untuk memberikan
kepastian kehalalan suatu produk, sehingga dapat menentramkan batin yang
mengkonsumsinya, dan juga sebagai alat promosi suatu produk.
III. SERTIFIKAT HALAL
1. Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat Halal ini
merupakan syarat untuk mencantumkan label halal.
2. Yang dimaksud dgn produk halal adalah produk yang memenuhi
syarat kehalalan sesuai dengan syari’at Islam yaitu:
a. Tidak mengandung
babi dan bahan yang berasal dari babi.
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan
seperti : bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran
dan lain sebagainya.
c. Semua bahan yang
berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari’at Islam.
d. Semua tempat
penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan
transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk
babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan
dengan tata cara yang diatur menurut syari’at Islam.
e. Semua makanan dan
minuman yang tidak mengandung khamar.
3. Pemegang Sertifikat
Halal MUI bertanggung jawab untuk memelihara kehalalan produk yang
diproduksinya, dan sertifikat ini tidak dapat dipindahtangankan.
4. Sertifikat yang sudah
berakhir masa berlakunya, termasuk fotocopynya tidak boleh digunakan atau
dipasang untuk maksud-maksud tertentu dan wajib dikembalikan kepada MUI.
IV. PROSES SERTIFIKASI HALAL
1. Setiap produsen yang
mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya, harus mengisi formulir yang telah
disediakan dengan melampirkan : a. Spesifikasi dan foto copy Sertifikat Halal
bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta bagan alir proses. b.
Sertifikat Halal atau Surat Keterangan Halal dari MUI (produk lokal) atau
Sertifikat Halal dari Lembaga Islam yang telah diakui oleh MUI (produk impor)
untuk bahan yang berasal dari hewan dan turunannya. c. SJH (Sistem Jaminan
Halal) yang diuraikan dalam panduan halal beserta prosedur baku pelaksanaannya.
2. Tim Auditor LP POM
MUI melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi produsen setelah formulir beserta
lampiran-lampirannya dikembalikan ke LP POM MUI dan diperiksa kelengkapannya.
. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil
laboratorium dievaluasi dalam Rapat Tenaga Ahli (Tima Auditor) LP POM MUI. Jika
telah memenuhi persyaratan, maka dibuat laporan hasil audit untuk diajukan
kepada Sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya.
4. Sidang Komisi Fatwa
MUI dapat menolak laporan hasil audit jika dianggap belum memenuhi semua
persyaratan yang telah ditentukan.
5. Sertifikat Halal
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkan status kehalalannya
oleh Komisi Fatwa MUI.
6. Perusahaan yang
produknya telah mendapat Sertifikat Halal, harus mengangkat Auditor Internal
Halal sebagai bagian dari Sistem Jaminan Halal. Jika kemudian ada prubahan
dalam penggunaan bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada proses produksinya,
Auditor Internal Halal diwajibkan segera melaporkan atau mengkonsultasikannya
ke LP-POM MUI.
V. TATA CARA PEMERIKSAAN DI LOKASI PRODUSEN (PERUSAHAAN)
1. Surat resmi akan dikirim oleh LP POM MUI ke
perusahaan yang akan diperiksa atau minimal diinfokan kepastiannya via telepon,
yang memuat jadwal audit pemeriksaan dan persyaratan administrasi lainnya.
2. LP POM MUI
menerbitkan surat perintah pemeriksaan yang berisi a) Nama ketua tim dan anggota tim, dan b)
Penetapan hari dan tanggal pemeriksaan.
3. Pada waktu yang
telah ditentukan Tim Auditor yang telah dilengkapi dengan surat tugas dan
identitas diri, akan mengadakan pemeriksaan (auditing) ke perusahaan yang
mengajukan permohonan Sertifikat Halal. Selama pemeriksaan berlangsung,
produsen diminta bantuannya untuk memberikan informasi yang jujur, jelas, dan
terbuka.

VI. MASA
BERLAKU SERTIFIKAT HALAL
1. Sertifikat Halal
hanya berlaku selama dua tahun, untuk daging yang diekspor Surat Keterangan
Halal diberikan untuk setiap pengapalan.
2. Tiga bulan sebelum
berakhir masa berlakunya sertifikat, LP POM MUI akan mengirimkan surat
pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan atau via telepon.
3. Dua bulan sebelum
berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus mendaftar kembali untuk perpanjangan
Sertifikat Halal.
4. Produsen yang tidak
memperbaharui Sertifikat Halalnya, tidak diizinkan lagi menggunakan Sertifikat
5. Jika Sertifikat
Halal hilang, pemegang harus segera melaporkannya ke LP POM MUI.
6. Sertifikat Halal
yang dikeluarkan oleh MUI adalah milik MUI. Oleh sebab itu, jika karena sesuatu
hal diminta kembali oleh MUI, maka pemegang sertifikat wajib menyerahkannya.
7. Keputusan MUI yang
didasarkan atas fatwa MUI tidak dapat diganggu gugat.
VII. SISTEM PENGAWASAN
1. Perusahaan wajib menandatangani perjanjian untuk menerima Tim Sidak
LP POM MUI.
2. Perusahaan berkewajiban menyerahkan laporan audit internal setiap 6
(enam) bulan setelah terbitnya Sertifikat Halal.
VIII. PROSEDUR PERPANJANGAN SERTIFIKAT
a. Produsen
yang bermaksud memperpanjang sertifikat yang dipegangnya harus mengisi formulir
pendaftaran yang telah tersedia;
b. Pengisian
formulir disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk;
c. Perubahan bahan baku, bahan tambahan dan penolong, serta jenis pengelompokkan
produk harus diinformasikan kepada LP POM MUI;
d. Produsen berkewajiban
melengkapi dokumen terbaru tentang spesifikasi, sertifikat halal dan bagan alir
proses produksi.
IX. LAIN – LAIN
1. Pengembangan produk: a) Pengembangan
produk yang dilakukan oleh produsen pemegang Sertifikat Halal MUI harus
dilaporkan kepada LP POM MUI. b) Jika produk yang dikembangkan berbeda jenisnya
dengan kelompok produk yang sudah bersertifikat halal MUI, produk tersebut
didaftarkan sebagai produk baru dan diproses mengikuti prosedur Sertifikat
Halal yang berlaku. c) Produk yang sejenis dengan kelompok produk yang sudah
mendapat Sertifikat Halal MUI, diinformasikan kepada LP POM MUI. Informasi
tersebut berisi data tambahan dan nama produk dan dilengkapi dengan spesifikasi
dan bukti pembelian bahan. Data tersebut akan dipelajari oleh LP POM MUI untuk
ditentukan tahapan proses selanjutnya. d) Pendaftaran penambahan produk dengan
jenis produk yang sama dengan produk yang telah mendapat sertifikat halal dan
pernah diaudit sebelumnya tidak perlu melalui pengisian formulir baru.
Pendafataran di lakukan dengan cara mengajukan surat kepada Direktur LP POM
disertai lampiran daftar ingredient dan alur prosesnya. Bila dianggap perlu
audit dilakukan untuk memeriksa kesesuaian informasi dalam surat dengan kondisi
di lapangan. e) Hasil auditing di laporkan dalam rapat auditor. Jika tidak
ditemukan masalah maka dibawa ke Rapat Komisi Fatwa dan apabila tidak ada
masalah maka dikeluarkan Sertifikat Halal suatu produk.
2. Untuk produk Kemas Ulang (Repacking Product) atau produk
distributor, akan diaudit ke tempat produksi (daerah/negara asal).
3. Produk Flavour: Khusus untuk produk flavor, jika proses lokal hanya
berupa proses sederhana, dimana “base”nya
dibuat di pabrik lain di luar daerah/ luar negeri, maka audit harus dilakukan
di tempat produksi “base” tersebut.
Perlu tidaknya audit dilakukan untuk penambahan produk baru ditentukan kasus
per kasus.
4. Prosedur Pemusnahan Bahan: Jika ditemukan produk atau bahan yang
harus dimusnahkan karena ketidak-halalannya maka pemusnahan harus disaksikan
oleh auditor disertai bukti berita acara pemusnahannya. Penentuan tentang
pemusnahan dilakukan oleh Rapat Auditor atau Rapat Tenaga Ahli.
5. Audit Produk Beragam: Jika produk yang diaudit banyak dan beragam,
maka tidak setiap produk harus diproduksi pada saat diaudit, cukup diwakili
tiap kelompok produknya. Akan tetapi Auditor harus memeriksa formula tidak
hanya pada database tapi juga di ruang produksi. Bila pada saat audit dilakukan
perusahaan belum dapat melaksanakan proses produksi sesungguhnya, maka dapat
diaudit dalam proses skala laboratorium. Namun pada waktu produksi Auditor akan
melihat kembali kesesuaian proses produksi sesungguhnya dengan proses produksi
skala laboratorium yang pernah dilihatnya.
6. Pembuatan Matriks Bahan: Setiap perusahaan yang diaudit akan
diminta untuk membuat matriks bahan terakhir yang telah disetujui untuk
diajukan ke Rapat Komisi Fatwa. Jika tidak ada permasalahan dalam Rapat Komisi
Fatwa, maka matriks ini akan disetujui oleh Direktur setelah diperiksa oleh
Auditor. Matriks tersebut akan dimasukkan kedalam database dan menjadi pegangan
dalam pelaksanaan sidak LPPOM MUI.
7. Bahan Baku Sudah Bersertifikat Halal: Untuk memudahkan auditing,
maka usahakan agar bahan-bahan produksi (bahan pokok, tambahan, penolong) sudah
bersertifikat halal; Lampirkan foto copy sertifikat yang telah ada.
INFORMASI LEBIH LANJUT HUBUNGI:
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN, &
KOSMETIK (LP-POM) MUI LAMPUNG
Komp. Islamic Centre – Jl. Soekarno
Hatta Rajabasa Bandar Lampung - Telp.
0721-786937
Tidak ada komentar:
Posting Komentar