Bagaimanakah hukum memakan bekicot?
Pertama-tama
harus dilihat, adakah nash yang menyebutkannya secara eksplisit di dalam
Al-Quran dan Al-Hadits sebagai sumber hukum yang pertama dan utama
dalam Islam. Lalu menelaah keterangan dan pembahasan dari para ulama,
mengenai binatang ini. Sedangkan kalau disebut menjijikkan, maka hal itu
bersifat subjektif dan sangat relatif. Karena menjijikkan bagi
seseorang, mungkin tidak bagi yang lain. Atau bahkan justru dibutuhkan
bagi orang yang lain lagi. Jadi hal ini juga tidak bisa dijadikan
sebagai landasan hukum yang pasti dan mengikat. Kalau tidak ada dalil
atau nash yang jelas, maka menurut kaidah Fiqhiyyah, kembali kepada
hukum asal, yakni mubah: Al-ashlu fil-Asyyaa’i al-Ibahah, hukum asal segala sesuatu adalah mubah atau dibolehkan.
Tapi dalam hal ini, ada panduan di dalam Al-Quran yang harus dijadikan pegangan bagi kita: “…dan menghalalkan bagi mereka ath-thoyyibaat (segala yang baik) dan mengharamkan bagi mereka al-khobaaits (segala yang buruk)…” (Q.S. 7:157). Menurut Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya yang terkenal, al-khobaaits,
yang buruk itu berarti segala hal yang membahayakan tubuh. Maka tentu
perlu ditelaah tentang kandungan bahan pada bekicot itu yang dianggap
beracun dan membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia. Sehingga dalam
hal ini, berlaku juga kaidah yang bersifat umum. Yakni kalau ternyata
membahayakan bagi manusia, maka jadi terlarang. Dengan demikian
mengkonsumsi dan membudidayakannya pun menjadi haram pula.
Namun menurut penjelasan pakar, sebenarnya bahan beracun yang dikandung
bekicot itu relatif hampir sama dengan empedu pada ayam, kambing atau
sapi. Bila ditangani dengan baik, bahaya racun dari empedu itu dapat
dilokalisir dan dihilangkan. Demikian pula kandungan bahan yang dianggap
beracun pada bekicot itu, dengan penanganan dan pengolahan yang baik,
niscaya dapat dieliminasi. Dengan begitu, bekicot yang telah diolah dengan baik dan dihilangkan zat-zat yang berbahaya aman untuk dikonsumsi,
Bagaimanapun juga, secara sederhana, kita patut mengingatkan dan
menyarankan agat memkonsumsi produk atau bahan makanan yang telah jelas
dan pasti kehalalannya. Jangan berbuat yang menyerempet-nyerempet resiko
bahaya, atau neko-neko, yang tidak jelas atau dianggap
meragukan status kehalalannya. Karena mengkonsumsi makanan yang jelas
halal itu merupakan perintah agama: “Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. 2: 168). Bahan makanan yang
halal dan bergizi banyak tersedia di sekitar kita. Mengapa malah
merepotkan atau mempersulit diri dengan yang syubhat (meragukan).
Maka, berkenaan dengan hal ini, seharusnya kita mengamalkan panduan dari Hadits Nabi saw yang diriwayatkan “Dari
Abu Muhammad, Al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, cucu Rasululloh Saw dan
kesayangan beliau telah berkata: “Aku telah menghafal (sabda) dari
Rasululloh Saw: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah
kepada apa yang tidak meragukan kamu.“ (H.R. Tirmidzi no. 2520, dan An-Nasa-i no. 5711).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar